Laman

Minggu, 17 Maret 2013

Penalaran Induktif

Metode berpikir Induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Contoh : Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
              Nia ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
              Generalisasi : Semua bintang sinetron berparas cantik.

    •    Macam – macam Generalisasi :
1.    Generalisasi sempurna adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki. Contoh : Sensus Penduduk.
2.    Generalisasi tidak sempurna adalah generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki. Contoh : Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana jeans. Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.
    Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah:
    1.    Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
    2.    Sampel harus bervariasi.
    3.    Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.

    •    Hipotesis dan Teori

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian.
Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah.
    Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.

    Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).

    Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.

   •    Analogi
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada. Contohnya pada kata dewa-dewi, putra-putri, pemuda-pemudi, dan karyawan-karyawati.
  
 •    Hubungan Kausal
Hubungan sebab akibat / hubungan kausal ialah hubungan keterkaitan atau ketergantungan dari dua realitas, konsep, gagaasan, ide, atau permsalahan. Suatu kegiatan tidak dapat mengalami suatu akibat tanpa disertai sebab, atau sebaliknya suatu kegiatan tidak dapat menunjukkan suatu sebab bila belum mengalami akibat.
Contoh hubungan kausal  : Kuberikan sedikit uang disakuku untuk membeli obat, ia menatap wajahku.. Menitikkan air mata lagi.. Ia menangis karena senang mendapatkan uang untuk membeli obat dan makanan untuk adik dan ibunya dirumah. Beberapa hari kemudian, aku bertemu dengan anak itu bersama ibunya di pasar. Mereka menghampiriku,, memberiku sedikit makanan kecil sebagai ungkapan terima kasih padaku karena telah membantu anak itu beberapa hari yang lalu.



Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Generalisasi, http://id.wikipedia.org/wiki/Hipotesis, http://id.wikipedia.org/wiki/Analogi, http://andriksupriadi.wordpress.com/2010/04/03/hubungan-kausal/ .

Penalaran Deduktif

Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

•    Silogisme kategorial
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposisi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Silogisme kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan kategorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan menjadi premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor ( premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan di antara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term). Contoh:
   Semua makhluk hidup membutuhkan air. (Premis Mayor)
   Manusia adalah makhluk hidup (premis minor).
   Manusia membutuhkan air (Konklusi)
Hukum-hukum Silogisme Katagorik.
•    Apabila salah satu premis bersifat partikular, maka kesimpulan harus partikular juga.
Contoh:
   Semua yang halal dimakan menyehatkan (mayor).
   Sebagian makanan tidak menyehatkan (minor).
   Sebagian makanan tidak halal dimakan (konklusi).
•    Apabila salah satu premis bersifat negatif, maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
   Semua anak nakal tidak disenangi (mayor).
   Sebagian anak nakal (minor).
   Sebagian anak nakal tidak disenangi (konklusi).
•    Apabila kedua premis bersifat partikular, maka tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
   Beberapa penyakit dapat mematikan (premis 1).
   Tumor  adalah penyakit (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak bisa disimpulkan. Jika dibuat kesimpulan, maka kesimpulannya hanya bersifat kemungkinan (bukan kepastian). Tumor mungkin tidak mematikan (konklusi).
•    Apabila kedua premis bersifat negatif, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Hal ini dikarenakan tidak ada mata rantai yang menhhubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil jika salah satu premisnya positif.
Contoh:
   Bunga mawar bukan Hewan (premis 1).
   Bunga anggrek bukan Hewan (premis 2).
Kedua premis tersebut tidak mempunyai kesimpulan
•    Apabila term penengah dari suatu premis tidak tentu, maka tidak akan sah diambil kesimpulan. Contoh; semua ikan berdarah dingin. Binatang ini berdarah dingin. Maka, binatang ini adalah ikan? Mungkin saja binatang melata.
•    Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term redikat yang ada pada premisnya. Apabila tidak konsisten, maka kesimpulannya akan salah.
Contoh:
   Anggrek adalah tumbuhan.(premis 1)
   Mawar bukan anggrek.(premis 2)
   Mawar bukan tumbuhan ?
Binatang pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis 1 bersifat positif
•    Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda kesimpulan menjadi lain.
Contoh:
   Bulan itu bersinar di langit.(mayor)
   Maret adalah bulan.(minor)
   Maret bersinar dilangit?
•    Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term, tidak bisa diturunkan konklsinya.
Contoh:
   Kucing adalah binatang.(premis 1)
   Domba adalah binatang.(premis 2)
   Beringin adalah tumbuhan.(premis3)
   Sawo adalah tumbuhan.(premis4)
Dari premis tersebut tidak dapat diturunkan kesimpulannya.

•    Silogisme hipotetik
Silogisme hipotetik adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Ada 4 (empat) macam tipe silogisme hipotetik:
•    Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
   Jika panas saya pakai payung.(mayor)
   Sekarang panas.(minor)
   Saya pakai payung (konklusi).
•    Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
   Jika hujan, bumi akan basah (mayor).
   Sekarang bumi telah basah (minor).
   Hujan telah turun (konklusi)
•    Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
   Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
   Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
   Kegelisahan tidak akan timbul.
•    Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
   Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
   Pihak penguasa tidak gelisah.
   Mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Hukum-hukum Silogisme Hipotetik Mengambil konklusi dari silogisme hipotetik jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme kategorik. Tetapi yang penting menentukan kebenaran konklusinya bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar. Bila antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetik adalah:
•    Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
•    Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
•    Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
•    Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.

•    Silogisme alternatif
Silogisme alternatif adalah silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Proposisi alternatif yaitu bila premis minornya membenarkan salah satu alternatifnya. Kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain.
Contoh:
   Adi  berada di kamar atau teras.
   Adi  berada di kamar.
   Jadi, Adi tidak berada di teras.

•    Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan. Contoh entimen:
•    Dia menerima hadiah pertama karena dia telah menang dalam sayembara itu.
•    Anda telah memenangkan sayembara ini, karena itu Anda berhak menerima hadiahnya.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Silogisme .








Rabu, 13 Maret 2013

PENALARAN

•    Definisi penalaran : Proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
•    Proposisi ( reasoning ): suatu proses berfikir yang berusaha menghubungkan fakta/ evidensi yang diketahui menuju ke pada suatu kesimpulan. Proposisi dapat dibatasi sebagai pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau dapat ditolak karena kesalahan yang terkandung di dalamnya.
•    Inferensi : kesimpulan yang diturunkan dari fakta yang ada. 
Implikasi : rangkuman, sesuatu yang dianggap ada karena sudah di rangkum dalam fakta/ evidensi itu sendiri.
•    Wujud Evidensi : Dalam wujudnya paling rendah evidensi berbentuk data & informasi (keterangan yang diproleh dari sumber tertentu).
•    Cara menguji data : Supaya data informasi itu harus dapat dipergunakan dalam penalaran data dan informasi. Maka data tersebut harus diuji terlebih dahulu. Berikut cara - cara menguji data :
a.       Observasi : Metode pengujian data langsung ke sumbernya
b.     Kesaksian : Metode pengujian dengan meminta atau mewawancarai     orang yang telah mengalami sendiri peristiwa yang terjadi
c.      Autoritas : Metode pengujian dengan meminta pendapat dari seorang yang ahli.
•    Cara menguji fakta : Untuk menetapkan apakah data atau informasi yang diperoleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian apakah data - data atau informasi itu merupakan kenyataan atau hal yang sesungguhnya terjadi. Berikut dasar-dasar yang digunakan untuk menentukan faktamana yang dapat di jadikan evidensi :
a.       Konsistensi : suatu argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasive yang tinggi jika evidensi-evidensinya bersifat konsisten
b.      Keherensi : semua fakta yang akan digunakan sebagai Evindasi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku. 
•    Cara Menilai Autoritas :
    Seorang penulis yang baik dan obyektif selalu akan menghindari semua desas-desus, atau kesaksian tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan apa pula apa yang hanya merupakan pendapat saja, atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data-data fundamental. Demikian pula sikap seorang penulis menghadapi pendapat autoritas. Ada kemungkinan bahwa suatu autoritas dapat melakukan suatu kesalahan-kesalahan. Untuk menilai suatu otoritas, penulis dapat memilih beberapa pokok berikut :
a.    Tidak Mengandung Prasangka
    Dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya. Bila faktor-faktor itu tidak mempengaruhi autoritas itu, maka pendapatnya dapat dianggap sebagai suatu pendapat yang obyektif.
b. Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
    Dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk memperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu otoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal, pendididkan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikan tadi. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian-penelitian yang dilakukan dan prestasi hasil-hasil penelitian dan hasil pendapatnya akan lebih memperkokoh kedudukannya, dengan catatan bahwa syarat pertama diatas harus juga di perhatikan.
c. Kemashuran dan Prestise
    Faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi dibalik kemasyuran dan prestise pribadi dibidang lain. Apakah ahli itu menyertakan pendapatnya dengan fakta-fakta yang meyakinkan.
d. Koherensi dengan Kemajuan
    Hal keempat yang perlu diperhatikan oleh penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dengan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terahir dalam bidang itu. Pengetahuan dan pendapat terahir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terahir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukan atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat di pertanggung jawabkan.
    Untuk melihat bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada suatu autoritas. Dengan bersandar pada suatu autoritas saja, maka hal itu diperlihatkan bawha penulis karangan telah benar-benar mempersiapkan diri.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran, http://streetking45.blogspot.com/2012/03/ringkasan-bab-i-penalaran.html, http://sangpembawadamai.blogspot.com/2012/03/argumentasi-dan-narasi-karangan-gorys.html .